SETIAP awal tahun perlu dibuat resolusi agar lebih
fokus dan lebih terencana. Pembangunan ekonomi di 2017 sungguh sangat
memerlukan resolusi tersebut mengingat ketidakpastian kondisi global yang
semakin tinggi. Ketidakpastian yang dipicu ketidakpuasan terhadap globalisasi.
Ketidakpuasan terhadap prinsip ekonomi neoliberal yang sangat dominan menjadi
pemandu utama pengelolaan ekonomi global selama ini yang didasarkan pada
Washington Consensus, yaitu suatu prinsip pengelolaan ekonomi yang didasari
asas liberalisasi dan privatisasi serta menyerahkan mekanisme pasar beroperasi
penuh yang tidak serta-merta mampu menjamin dan menghasilkan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Mencermati keprihatinan tersebut, maka
arah kebijakan ekonomi ke depan harus mampu memulihkan rasa percaya diri menuju
perekonomian yang lebih sejahtera. Untuk itu, arah kebijakannya seyogianya
mengacu pada resolusi berikut ini.
Resolusi
Pertama, pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan produk
domestik bruto (PDB) seharusnya hanya dilihat sebagai alat untuk mencapai
tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi memang penting karena
ekonomi yang bertumbuh mampu menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk
meningkatkan berbagai dimensi sosial ekonomi kemanusiaan, seperti penyediaan
lapangan kerja, konsumsi yang berkelanjutan, perumahan, kesehatan, pendidikan,
dan keamanan. Tanpa pertumbuhan ekonomi yang memadai, semua dimensi tersebut menjadi
buram. Karena itu, pertumbuhan sangat penting tetapi bukan segala-galanya.
Kedua, setiap kebijakan ekonomi harus berdimensi
inklusivisme. Pemangku kebijakan harus memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi
menjamin tidak ada kelompok masyarakat yang ditinggalkan. Mereka harus mampu
memberikan solusi terhadap yang tercerabut dari perputaran roda ekonomi,
seperti pengangguran serta ketidakcukupan akses terhadap fasilitas kesehatan
dan pendidikan. Terlepas dari dimensi moral, pendekatan tersebut membantu mempertahankan
kinerja perekonomian, yang terancam oleh ketimpangan pendapatan melalui
ketegangan sosial, turbulensi politik, dan bahkan konflik dengan kerusuhan.
Fakta menunjukkan kegaduhan politik seperti Brexit maupun Usxit sebagian
didorong ketimpangan pendapatan.
Ketiga, pembangunan ekonomi yang berasaskan ramah
lingkungan ialah suatu keharusan. Di tingkat nasional, pertumbuhan ekonomi
tinggi dengan pengorbanan kualitas lingkungan hidup ialah suatu pertumbuhan
ekonomi yang tidak berkelanjutan. Pada tingkat global, perubahan cuaca
merupakan ancaman terhadap kesehatan, kehidupan, dan keberlangsungan planet
bumi. Karena itu, mitigasi perubahan cuaca harus menjadi bagian integral dari
kebijakan pembangunan--bukan suatu adendum dalam kebijakan.
Keempat, asas keseimbangan antara pasar, negara, dan
masyarakat harus dijaga. Tidak boleh ada pengabaian peran dari salah satu aspek
tersebut. Tidak boleh ada dominasi di antara tiga aspek tersebut. Pasar pada
dasarnya ialah pranata sosial yang membutuhkan regulasi agar alokasi sumber
daya efisien. Pada seperempat abad terakhir, pasar yang terlalu liberal telah
menjadi akar utama dekadensi kinerja perekonomian dunia, seperti krisis
keuangan global 2008 dan ketimpangan pendapatan. Karena itu, peran negara
menjadi sangat vital dalam pembuatan regulasi yang efektif sehingga pasar dapat
berfungsi optimal. Masyarakat mampu berperan maksimal untuk mewujudkan fungsi
negara yang lebih efisien dan adil terhadap semua golongan.
Kelima, stabilitas ekonomi menuntut fleksibilitas kebijakan.
Rekomendasi kebijakan ekonomi konvensional yang menitikberatkan keseimbangan
anggaran belanja negara, mereduksi stabilitas ekonomi. Suatu pendekatan
dinyatakan lebih baik apabila mampu melihat keseimbangan fiskal dan eksternal
dalam konteks jangka menengah. Dengan demikian, stimulus fiskal seperti
peningkatan investasi publik dapat membantu memacu ekonomi yang sedang melemah
sehingga mampu memberi daya dorong ekonomi jangka panjang. Utang publik dan
tekanan inflasi seharusnya dapat dikelola dengan tepat, bijak, dan strategis
dalam rentang waktu yang optimal, bukan dalam jangka pendek.
Keenam, dampak perkembangan teknologi terhadap kesenjangan
pendapatan menuntut perhatian khusus. Kemajuan teknologi telah mengakibatkan
pengurangan penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pangsa modal dalam struktur
pendapatan sehingga terjadi peningkatan kesenjangan pendapatan. Lagi pula,
otomatisasi membuat perusahaan semakin mengurangi pangsa pengeluaran untuk
tenaga kerja sehingga meningkatkan keuntungan kapitalis. Sebenarnya yang
dibutuhkan ialah kebijakan memperkuat SDM dan langkah yang menjamin distribusi
pendapatan yang semakin merata, serta peningkatan daya tawar pekerja.
Ketujuh, norma-norma sosial dan nilai-nilai kehidupan yang
berlaku di dalam masyarakat serta cara pikirnya berpengaruh signifikan terhadap
kinerja perekonomian. Suatu perekonomian akan berjalan lebih baik jika
terbangun rasa saling percaya di dalam masyarakat. Norma-norma sosial yang
sehat akan mampu mereduksi praktik korupsi dan menjamin terselenggaranya
praktik bermasyarakat yang berkeadilan sehingga dituntut hadirnya masyarakat
dan pemerintahan madani yang mampu mempraktikkan norma kemasyarakatan yang
kondusif terhadap pembangunan ekonomi.
Terakhir, pranata dan masyarakat internasional berperan sangat
penting terhadap perkembangan kinerja perekonomian nasional. Dewasa ini tidak
ada satu negara pun imun terhadap dinamika global, hanya derajatnya yang
membedakannya. Kekuatan global telah menjadi kesempatan sekaligus tantangan
dalam setiap perumusan kebijakan nasional. Misalnya, kebijakan moneter negara
maju sangat berpengaruh terhadap aliran modal pada negara berkembang, yang
dapat menjadi kesempatan sekaligus tantangan pada setiap perumusan
kebijakannya. Contoh lainnya meliputi pembatasan migrasi, kebijakan
perdagangan, dan aturan tentang perlindungan terhadap pengemplangan pajak.
Hanya institusi internasional, misalnya IMF, Bank
Dunia, Organisasi Perdagangan Dunia, yang dapat mengelola dan memitigasi dampak
negatif dari setiap kebijakan dari negara maju tersebut. Agar tantangan
internasional dapat menjadi kesempatan yang bermanfaat untuk kemajuan
perekonomian global, suara dari negara berkembang harus semakin didengar dalam
setiap perumusan kebijakan di negara maju.
Seiring dengan berlalunya 2016, seharusnya berlalu
pula pemikiran dan praktik kebijakan yang telah banyak menimbulkan kesengsaraan
serta telah menyebabkan kegaduhan politik. Perkembangan perekonomian yang lalu
bersama dengan kemajuan dalam pemikiran ekonomi telah memberikan pengayaan wacana
tentang kaidah ekonomi yang pro maupun yang bertentangan dengan pembangunan
ekonomi. Pengetahuan dan pengalaman tersebut seharusnya mampu menjadi inti
pendekatan baru untuk pembangunan ekonomi yang dibutuhkan masyarakat dunia.
Tri Winarno, Peneliti Bank Indonesia
MEDIA INDONESIA, 25 Januari 2017
No comments:
Post a Comment