Saturday, June 25, 2011

Analisis Pemilihan Saham oleh Investor Asing di Bursa Efek Indonesia

Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi,
Volume 17, Nomor 2 Mei-Agust 2010, hlm. 101-113
ISSN 0854-3844

RUDY CHANDRA
PT Trimegah Securities

Abstract

The first objective of this study is to analyze what kind of sector industry which is selected by foreign investor in Indonesia. Second, to analyze what kind of financial firm characteristic of stocks which is selected by foreign investor. This study used a quantitative approach by using secondary data from financial reports and historical data from Indonesian Stock Exchange. Researcher used multivariate regression to analyze the correlation between stocks selected by foreign investor with financial firm characteristic. Based on the result, foreign investor are overweight stocks from Consumer Goods Industry. Dividend yield, beta, and book to market are financial firm characteristic which is significantly influence the stock selection by foreign investor.

Keywords: Stock selection, foreign investors, financial firm characteristic


PENDAHULUAN

Dewasa ini, globalisasi memberikan pengaruh yang besar terhadap kegiatan perekonomian. Globalisasi membuat batas antar negara seolah-olah menjadi tidak ada (Friedman, 2007). Pergerakan menuju pasar bebas global disebabkan oleh aliansi antara telekomunikasi dan ekonomi. Telekomunikasi bergerak menuju satu jaringan informasi dunia, dan begitu pula dengan kegiatan ekonomi yang menjadi satu pasar global (Tapscott and Williams, 2006). Kebijakan liberalisasi pasar di banyak negara kemudian memperlancar meningkatnya aliran keuangan dunia. Jarak geografis menjadi tidak terlalu signifikan lagi karena semakin besarnya luas jangkauan dan kecepatan informasi yang menjadikan aktivitas keuangan global lebih efisien, termasuk dalam kegiatan pasar modal di Indonesia.

Pasar modal Indonesia merupakan salah satu Negara tujuan investasi bagi investor di negara-negara maju (developed markets) yang dikenal sebagai emerging market (Morgan Stanley, 2006). Mengingat pasar modal di negara-negara yang termasuk emerging market memberikan risk premium yang lebih tinggi daripada negara-negara yang termasuk dalam developed market (Salomons & Grootveld, 2003) sehingga dapat memberikan expected return yang lebih tinggi pula. Perkembangan kondisi perekonomian Indonesia sendiri dianggap baik bagi para investor untuk menanamkan dana. Indikator ini ditunjukkan dari rata-rata pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6% per tahun (Tabel 1). Sejak keberadaan pasar modal Indonesia yang terus membaik, peranan investor asing terus meningkat, baik dari segi dana yang masuk maupun dari pelakunya. Ada banyak faltor yang mempengaruhi minat investasi di suatu negara antara lain faktor keamanan, stabilitas sosial dan politik, dan sebagainya (Rahayu, 2005).

Investor asing tersebut menanamkan dananya dalam bentuk saham. Mereka masuk karena adanya pertumbuhan ekonomi ini, sebab dengan pertumbuhan itu mereka akan berpeluang memperoleh capital gain dan dividen. Praktis sejak berdirinya pasar modal Indonesia konstribusi investor asing selalu lebih besar, dengan kata lain mereka yang lebih banyak menikmati keuntungan akibat pertumbuhan ekonomi tersebut.

Pergerakan harga saham-saham dapat dicermati melalui suatu indeks harga saham, yang dikenal dengan istilah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sejak tahun 2003, ditandai dengan makin berkembangnya bursa, di mana IHSG terus menunjukkan trend peningkatan yang signifikan. IHSG terus menunjukkan trend yang meningkat hingga pertengahan tahun 2008. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan permodalan emiten yang ditanamkan oleh para investor, khususnya investor asing (Sembel, 2007).

Namun, semenjak pertengahan hingga akhir tahun 2008 IHSG justru mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini merupakan dampak dimulainya krisis keuangan global, dimana investor asing di Indonesia justru mulai keluar dari perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (Investor Daily, 2008). Perkembangan investor asing dalam pasar modal Indonesia sejalan dengan aktifnya pasar modal Indonesia. Pasar modal Indonesia menjadi aktif semenjak pemerintah mengeluarkan beberapa kebijaksanaan antara lain melalui Paket Kebijaksanaan Desember 1987 (PAKDES ‘87), Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 (PAKTO '88), dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (PAKDES '88).

PAKDES ‘87 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek (www.bapepamlk.depkeu.go.id, 2009). Selain itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49% dari total emisi.

Hal inilah yang kemudian menjadi pintu gerbang bagi investor asing untuk memasuki pasar modal Indonesia. PAKDES ‘87 juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan bursa parallel sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.

PAKTO ‘88 ditujukan pada sektor perbankan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3L (Legal, Lending, Limit) dan pengenaan pajak atas bunga deposito (www.bapepamlk.depkeu.go.id, 2009). Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal, sebab dengan keluarnya kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal. Kebijakan ini kemudian dilanjutkan dengan PAKDES ‘88 yang pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan membuka peluang bagi pihak swasta untuk ikut menyelenggarakan bursa (www.bapepamlk.depkeu.go.id, 2009).

Lebih jauh semenjak dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 455/KMK.01/1997 tentang Pembelian Saham Oleh Pemodal Asing melalui Pasar Modal yang mencabut pembatasan terhadap kepemilikan asing, dimana sebelumnya terdapat pembatasan sebesar 49%. Pencabutan pembatasan ini tentunya memberikan kesempatan yang lebih besar bagi investor asing untuk menanamkan modalnya pada perusahaan-perusahaan di Indonesia melalui pembelian saham di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), investor asing masih mendominasi kepemilikan saham yang tersimpan di KSEI periode Oktober 2007 hingga Desember 2008. Investor asing memiliki hampir dua pertiga dari nilai saham yang tersimpan di KSEI pada Oktober 2007 hingga Agustus 2008, atau dua kali lipat dari saham yang dimiliki oleh investor lokal. Namun, kepemilikan saham oleh investor asing mulai menurun pada September 2008 hingga Desember 2008, meskipun kepemilikan saham oleh investor asing masih tetap hampir dua kali lipat dari kepemilikan saham oleh investor lokal.  

Keberadaan investor asing tersebut di satu sisi memang memberikan pengaruh positif karena membuat bursa saham lebih likuid. Selain itu, menurut Errunza (1986), investasi portofolio oleh investor asing dapat memberikan tiga pengaruh positif, yaitu (1) mengembangkan pasar modal di negara tujuan (development effect), (2) meningkatkan sumber pendanaan dari luar (resource effect), dan (3) meningkatkan nilai saham yang pada akhirnya meningkatkan nilai portofolio oleh investor lokal (welfare effect). Di sisi lain, dominasi kepemilikan saham oleh investor asing membuat kinerja pasar modal bisa sangat fluktuatif karena ada potensi penarikan dana setiap saat sehingga saat itulah peran investor lokal diperlukan. Ketika investor asing menarik portofolionya, maka investor lokal pun dapat menggantikan posisinya tersebut.

Namun, kenyataannya investor lokal cenderung masih meniru apa yang dilakukan oleh investor asing. Menurut Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Erry Firmansyah hal ini menyebabkan investor lokal kehilangan momentum (www.riaupos.co.id, 2008). Apabila investor asing telah membeli suatu jenis saham, barulah kemudian hal tersebut diikuti oleh investor lokal. Hal ini menyebabkan gain yang diperoleh oleh investor asing lebih besar daripada investor lokal.

Bagi investor, terdapat dua hal penting untuk diingat selalu. Pertama, faktor-faktor yang didasarkan kepada nilai (value) dan ukuran (size) dari aset telah banyak menjelaskan sekitar variasi imbal hasil di Amerika Serikat dalam kurun waktu tiga per empat abad terakhir. Kedua, premium nilai dan ukuran asset telah diobservasi dalam berbagai periode waktu di negara negara di luar Amerika Serikat, termasuk di Indonesia (Saragih, 2005). Investor asing memang memiliki beberapa kelebihan dibanding investor lokal. Investor asing memiliki karakteristik kuat dalam pendanaan. Dengan demikian, mereka sering berperan sebagai pemimpin pasar karena mampu melakukan transaksi perdagangan dalam jumlah yang besar. Karakteristik lainnya, yaitu mereka juga lebih agresif dalam melakukan transaksi perdagangan (Agarwal dkk., 2008). Mereka cenderung memilih jenis saham yang mempunyai fundamental yang baik, yang tercermin dari karakteristik keuangannya (Wahyudi, 2005).

Idealnya investor lokal yang terlebih dahulu mengoleksi suatu jenis saham daripada investor asing sehingga investor lokal dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Ketika mengetahui jenis saham yang dipilih oleh investor asing, maka diharapkan investor lokal dapat mengambil langkah terlebih dahulu sebelum didahului oleh investor asing.

Penelitian ini mengambil periode penelitian pada tahun 2003 hingga tahun 2007, ketika pada saat itu sudah tidak terdapat lagi pembatasan kepemilikan asing dan terjadinya peningkatan permodalan emiten yang dilakukan oleh investor asing (Sembel, 2007).

Peneliti menggunakan sampel perusahaan non-finansial sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim & Yoo (2008) di Korea, dimana mereka melakukan penelitian mengenai bagaimana perubahan pemilihan saham oleh investor asing setelah terjadinya liberalisasi pasar di Korea sehingga tidak terdapat lagi pembatasan atas kepemilikan oleh investor asing. Hasil penelitian menemukan bahwa investor asing cenderung memilih perusahaan dengan tingkat informasi asimetris yang rendah (yang ditunjukkan oleh ukuran perusahaan, foreign listing) dan perusahaan yang sedang tumbuh (B/M yang rendah). Baik dalam periode pembatasan kepemilikan asing (pra-krisis) dan periode tidak adanya pembatasan kepemilikan asing (pascakrisis).

Selain itu, penelitian ini juga melihat penelitian sebelumnya dari Kang dan Stulz (1997). Kang dan Stulz menemukan bahwa investor asing lebih memilih saham-saham dari perusahaan besar. Investor asing di Jepang memegang saham dalam jumlah yang jauh lebih besar pada perusahaan-perusahaan manufaktur dengan kinerja akuntansi yang baik, tingkat leverage yang rendah, book to market yang tinggi, dan risiko tidak sistematis yang rendah dibandingkan dengan risiko pasar Jepang. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa investor asing cenderung memilih saham dari perusahaan besar karena mereka lebih tahu mengenai keadaan perusahaan besar sehingga dapat menghindari terjadinya informasi asimetris.

Lin dan Shiu (2003), sejalan dengan Kang dan Stulz (1997), menemukan bahwa investor asing di Taiwan lebih memilih saham-saham dari perusahaan besar, tingkat ekspor yang tinggi, namun dengan tingkat book to market yang rendah. Bukti-bukti yang ditemukan dalam penelitian ini mendukung hipotesis mengenai adanya informasi asimetris antara investor asing dengan investor lokal.

Selain itu, Dahlquist dan Robertsson (2001) menemukan bahwa investor asing di Swedia mengalokasikan dananya mayoritas pada saham-saham perusahaan besar terkait dengan karakteristik perusahaan besar seperti likuiditas pasar yang lebih besar dan tingkat penyebaran kepemilikan yang lebih besar. Di sisi lain, investor asing juga lebih memilih saham-saham dari perusahaan yang dikenal secara internasional, yang dicirikan melalui tingkat ekspor ataupun listing pada bursa lain di luar negeri.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan atau rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) sektor industri manakah yang sahamnya dipilih oleh investor asing dan sektor industry manakah yang sahamnya diabaikan oleh investor asing, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan saham oleh investor asing tersebut ditinjau dari karakteristik keuangan perusahaan.

No comments:

Das Kapital

Das Kapital by Karl Marx My rating: 5 of 5 stars Karl Marx's Capital can be read as a work of economics, sociology and history. He...