Tiga tahun berlalu sejak pelantikan Jokowi-JK
sebagai presiden-wakil presiden, berbagai prestasi telah ditunjukkan. Beberapa
hal dalam program prioritas Nawacita sedang dan telah diwujudkan. Sementara
beberapa hal lainnya belum terlihat dilaksanakan secara serius. Beberapa
program prioritas yang tampak sudah dijalankan antara lain. Pertama,
pemerintahan Jokowi-JK terlihat telah berupaya membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, dan demokratis. Meski masih banyak
kekurangan, misalnya masih banyak kepala daerah yang melakukan korupsi, secara
umum tata kelola pemerintahan sudah lebih baik. DKI Jakarta merupakan contoh
terbaik dari telah dilaksanakannya tata kelola pemerintahan yang baik.
Kedua, selama tiga tahun ini Jokowi menjalankan
salah satu program yang dijanjikannya, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran
dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Membangun dari daerah pinggiran dan desa ini juga bertujuan untuk menghilangkan
ketimpangan. Langkah-langkah untuk melakukan pembangunan tidak Jawa centris,
menggenjot pembangunan di perbatasan, dan memperlakukan Papua sebagai anak
kandung Republik (tak menganaktirikan, terlihat dari seriusnya pembangunan yang
dilakukan di sana) merupakan bentuk nyata memerangi ketimpangan.
Ketiga, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dalam upaya menggerakkan
roda ekonomi. Ini dilakukan dengan berbagai cara. Yang paling kentara adalah
pembangunan infrastruktur. Pada sisi ini, publik mencatat prestasi Jokowi untuk
mengebut proyek infrastruktur. Alokasi untuk infrastruktur pada 2018 mencapai
Rp 409 triliun meskipun akhirnya upaya ini cukup memberatkan pengelolaan APBN. Secara
umum, ekonomi, meski tak bisa dikatakan menggembirakan, tetapi tidak juga bisa
dikatakan berbahaya. Pertumbuhan dapat dipertahankan di atas 5 persen meskipun
di bawah target awal 7 persen.
Keempat, melakukan revolusi karakter bangsa melalui
kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan
aspek pendidikan kewarganegaraan. Senada dengan itu terlihat adanya upaya
meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas
pendidikan dan pelatihan. Meskipun belum memperlihatkan hasilnya dan
pengelolaan pendidikan masih berantakan, usaha untuk memperbaiki sudah
terlihat. Pada sisi kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan sudah dirasakan
lebih terjangkau dibanding sebelumnya. Berbeda dari pemerintahan sebelumnya,
rakyat miskin sudah bisa ”masuk rumah sakit” ketika sakit.
Kelima, pemerintahan Jokowi terlihat melakukan upaya
memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui
kebijakan memperkuat pendidikan kebinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog
antarwarga. Pendirian Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP
PIP) merupakan salah satu bentuk upaya itu. Peran UKP PIP memang belum terlihat
karena masih amat baru, tetapi sebagai gagasan ke arah perbaikan kesadaran
kebinekaan dan nasionalisme, pendirian UKP PIP ini perlu didukung. Di
bidang-bidang tersebut di atas, pemerintahan Jokowi-JK telah berupaya
melaksanakan kekuasaan dengan baik.
Kehadiran Negara
Meski demikian, masih banyak program yang dijanjikan
belum dilaksanakan, atau setidaknya, belum terlihat keseriusannya. Pertama,
belum terlihat serius menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem
dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Dukungan
tanggung terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan salah satu
buktinya. Dalam merespons upaya penghancuran KPK, Jokowi hanya mendukung secara
verbal, tetapi tidak melakukan apa pun dalam langkah nyata.
Kedua, pemerintahan Jokowi-JK belum terlihat
menghadirkan kembali negara secara optimal. Berbagai kasus pelanggaran HAM yang
masih menggantung merupakan contoh tak terbantahkan dari belum seriusnya
pemerintah dalam menyelesaikan masalah hukum dan HAM itu. Kasus-kasus
pelanggaran HAM besar yang tak juga terungkap memperkuat anggapan lemahnya
kehendak pemerintah untuk menuntaskan.
Ketiga, belum terlihat upaya keras untuk
meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.
Alih-alih meningkatkan produktivitas dan daya saing rakyat, di beberapa bidang
malah terlihat seperti mematikan produktivitas dan daya saing tersebut. Pada
sektor pertanian, misalnya, langkah impor berbagai bahan pertanian amat
merugikan petani dan mematikan produksi pertanian rakyat.
Keempat, di bidang peningkatan kesejahteraan,
pemerintah dinilai belum begitu berhasil menyediakan lapangan kerja, menekan
pengangguran, dan mengurangi kemiskinan. Terkait angka kemiskinan, dalam
laporan BPS, pada Maret 2016 terdapat 28 juta orang yang berada dalam
kemiskinan. Menjelang akhir 2016, angkanya hanya turun sedikit menjadi 27,7
juta orang.
Meskipun masih diwarnai kekurangan dan kelemahan,
era pemerintahan Jokowi ini secara umum lebih memberi harapan dibanding era
sebelumnya, yaitu era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kita bisa
katakan bahwa Jokowi lebih cepat dalam mengambil kebijakan dibanding SBY.
Setiap kondisi direspons dengan cepat oleh Jokowi. Sementara SBY lebih lama
dalam menimbang-nimbang. Karena hal ini, SBY sering dijuluki peragu.
Dalam hal demokrasi, era Jokowi sama saja dengan era
SBY. Di era Jokowi ini belum terlihat adanya praktik demokrasi yang lebih baik
sehingga mendekat ke kondisi demokrasi yang terkonsolidasi. Contoh nyata adalah
dalam hal kepemiluan.
Penyusunan UU pemilu yang baru tak menghasilkan
regulasi yang lebih baik. Dengan regulasi yang baru selesai beberapa bulan lalu
ini, pemilu akan berlangsung seperti sebelumnya tak akan menghasilkan pemimpin
di eksekutif dan legislatif yang lebih baik. UU pemilu yang baru tak mampu
menjadi filter integritas sehingga proses pemilu nantinya juga tak akan menjadi
filter integritas. Dunia kekuasaan masih akan diwarnai korupsi pejabat.
Pada sisi kualitas hidup rakyat, terutama di pasar
tenaga kerja, posisi orang Indonesia masih seperti di era SBY. Masih banyak
rakyat bekerja di level bawah.
Perbaikan Ke Depan
Di dua tahun sisi kekuasaannya, Presiden Jokowi
perlu fokus pada program-program prioritas, terutama yang belum dijalankan atau
dilaksanakan secara optimal. Tak hanya pembangunan fisik, melainkan juga
pembangunan manusianya. Selain itu, penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM
juga mesti dituntaskan. Rakyat perlu merasa aman dan dilindungi negara.
Tantangannya adalah bagaimana menanamkan Nawacita
menjadi nilai yang dihayati, dibatinkan, dan kemudian dipraktikkan. Konsep
Nawacita dinilai masih belum ”membumi”. Konsep yang dinilai baik dan
terinspirasi Trisakti Bung Karno ini dinilai masih belum terwujud dalam
kehidupan bernegara sekarang ini. Dua tahun tersisa dalam periode kekuasaannya
sekarang ini harus diisi dengan keseriusan pada seluruh program prioritas.
Keseriusan dan keberhasilan implementasi Nawacita akan menjadi penentu apakah
Presiden Jokowi akan dipercaya rakyat kembali untuk memimpin bangsa di periode
kekuasaan 2019-2024.
Toto Sugiarto,
Direktur Eksekutif Riset Indonesia
KOMPAS, 24 Oktober 2017
No comments:
Post a Comment