Tesis
YULINDA RACHMAWARDANI, SE
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2007
ABSTRACT
This research aims to empirically examine factors that induce companies’ capital structure using trade-off and pecking order theories. Analyzed variables are liquidity, business risk, profitability and sales growth. Samples are 29 banking and financial sectors listed in Jakarta Stock Exchange (JSE) during 2000-2005 resulting 174 observations. Multiple regressions and chow test are used to test hypotheses. Results of partial test using multivariate analyze show that all variables have positive significantly impact on capital structure at banking and financial sectors. Liquidity and sales growth variables have positive impact on companies’ capital structure in line with trade off theory implication and business risk variable have positive impact on capital structure that contrary to trade off theory. Profitability variable that has positive impact on capital structure is contrary to pecking order theory. The theory stated that the higher profitability the more retained returns so capital structure become lower. This means that not all proxies of trade off and pecking order theories could explain capital structure of banking and financial companies listed in JSE. However, simultaneous test (F-test) shows that simultaneously all four variables do not significantly impact on capital structure. This is due to sampling effect that eliminate / reduce among variables so it became a financial paradox. Using univariate analyzes, results show 2 (two) variables have impact on capital structure, namely business risks and profitability. Both give positive impact on capital structure. Results of coefficient homogeneity test, using chow test, show there are no significant different between those two sectors.
Keyword: capital structure, trade off theory, pecking order theory, liquidity, business risk, profitability and sales growth, and chow test.
PENDAHULUAN
Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham (Brigham et.al, 1999). Nilai suatu perusahaan di Indonesia pada umumnya tercermin dalam harga saham. Sedangkan harga saham perusahaan yang diperdagangkan di bursa, menurut Adler (2004) merupakan refleksi struktur keuangan perusahaan. Seringkali para pengambil keputusan investasi memperhatikan struktur keuangan perusahaan dalam rangka investasi ke perusahaan yang bersangkutan. Pengambilan keputusan tentang sumber pendanaan yang tepat yang terdiri dari utang dan modal sendiri merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan. Perbandingan utang dan modal sendiri dalam struktur keuangan perusahaan disebut struktur modal (Bambang, 1995).
Menurut Keown (1996) seperti dikutip dalam Santika & Ratnawati (2002), tujuan manajemen struktur modal adalah memadukan sumber dana permanen yang digunakan perusahaan dengan cara memaksimalkan harga saham dan meminimumkan biaya modal perusahaan. Hal ini didukung teori struktur modal tradisional yang merumuskan penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan jika penggunaan hutang tersebut akan mengakibatkan penurunan biaya modal rata-rata, dan pada tingkat tertentu besarnya proporsi hutang dalam struktur modal akan meningkatkan biaya modal rata-rata dan menurunkan nilai perusahaan karena besarnya risiko keuangan perusahaan. Namun, dalam kondisi perekonomian saat ini, hal tersebut perlu dipertanyakan, mengingat suku bunga yang tinggi akan meningkatkan risiko bisnis dan penggunaan hutang yang relative besar akan menimbulkan ancaman kebangkrutan. Begitu juga dengan sector keuangan dan perbankan yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Harga saham yang terjadi sering kali berfluktuasi bahkan terkadang sulit untuk diprediksi. Pada tabel 1.1 berikut ini akan terlihat perubahan struktur modal sendiri beserta fluktuasi rata-rata harga saham tahunannya.
Pada umumnya struktur modal perbankan dibiayai oleh hutang sedangkan untuk perusahaan sektor keuangan non perbankan periode tahun 2003-2005, 30-45 % perusahaan lebih memilih untuk menggunakan modal sendiri dengan proporsi yang lebih besar dibanding dengan jumlah hutang.
Namun, apabila dikaitkan dengan nilai yang tercermin dalam harga saham, tampaknya hal ini belum merupakan jaminan kepastian antara naiknya proporsi modal sendiri dengan naiknya harga saham. Misalnya untuk Bank Mega yang meski proporsi modal sendiri terus menurun dari tahun 2003-2005, namun harga saham justru naik pada tahun 2004-2005 Begitu pula dengan Trust Finance, meskipun pada periode 2003-2004 proporsi modal sendiri turun sebesar 28% namun harga saham tahun 2005 naik drastis hingga 56% dibandingkan harga saham tahun 2004. Asuransi Harta Aman, yang meskipun modal sendiri terus menurun sebesar 7 % pada tahun 2004-2005, justru harga saham tahun 2005 meningkat 17% dibandingkan harga saham tahun 2004..
Fenomena ini tampaknya masih menjadi topik menarik dalam pengamatan beberapa pemerhati ekonomi. Menurut Aliansyah (2001:8), dalam teori struktur modal dijelaskan apakah terdapat pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan jika keputusan investasi dan kebijakan deviden diasumsikan konstan. Dengan kata lain, seandainya perusahaan memilih hutang sebagai ganti modal sendiri (ekuitas) atau sebaliknya, apakah nilai saham akan berubah apabila perusahaan tidak merubah keputusan-keputusan keuangan lainnya. Masih menurut Aliansyah (2001:8), apabila perusahaan merubah struktur modal ternyata nilai perusahaan juga akan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik, karena lambat laun akan memaksimumkan nilai saham.
Banyaknya pengamat keuangan yang berminat meneliti mengenai struktur modal menimbulkan berbagai teori struktur modal yang sampai saat ini masih diperdebatkan. Dimulai pada tahun 1952, David Durand mengemukakan bahwa perhitungan nilai perusahaan dapat dilakukan dengan 3 pendekatan, yaitu pendekatan laba bersih, pendekatan pendapatan operasional, dan tradisional.
Berikutnya pada tahun 1958, Modigliani-Miller yang dikenal sebagai peletak dasar teori struktur modal menyatakan bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam perkembangannya, pada tahun 1963, Modigliani-Miller memasukkan unsur pajak yang menjadikan teori bahwa jika ada pajak, struktur modal menjadi tidak relevan, karena bunga yang dibayarkan akibat menggunakan hutang dapat mengurangi penghasilan kena pajak. Nilai perusahaan akan maksimum, jika hutang perusahaan 100% dan semakin banyak hutang adalah semakin baik.
Seperti dikutip dalam Hermendeito (2003) yang menyatakan bahwa beberapa studi empiris juga menunjukkan hasil yang bertentangan dengan teori Modigliani-Miller, diantaranya adalah Litzenberger dan Ramaswamy (1979;1982), Poterba & Summers (1984), Busaer & Hess(1986), Trzcinka (1982), Chang & Rhee (1990). Koch & Shenoy (1999) juga membuktikan bahwa interaksi antara kebijakan dividen dan struktur modal berpengaruh signifikan terhadap future cash flow yang berarti struktur modal relevan dengan nilai perusahaan.
Teori Modigliani-Miller juga ditentang dengan adanya teori Trade-off (Mrealey & Myers, 1991; DeAngelo & Masulis, 1980). Semakin banyak hutang semakin besar beban yang harus ditanggung perusahaan yaitu adanya agency cost,biaya kebangkrutan, keengganan kreditur untuk memberi pinjaman dalam jumlah besar (Turnbull, 1979). Trade-off theory menyatakan bahwa struktur modal optimal tercapai pada saat terjadi keseimbangan antara manfaat menggunakan hutang dengan biaya hutang.
Pengelolaan struktur modal untuk meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin pada harga saham tidak terlepas dari persepsi investor. Hal ini melandasi munculnya Pecking Order Theory yang membahas preferensi manajer dalam menentukan sumber pendanaan perusahaan (Suad,1996),. Menurut Donaldson (1961); Myers (1984); Myers & Majluf (1984) perusahaan memilih dana internal terlebih dahulu untuk membayar deviden dan investasi. Jika dana eksternal dibutuhkan, perusahaan lebih memilih hutang dibanding sumber dana eksternal lain.
Perdebatan akan teori struktur modal mendorong dilakukannya berbagai penelitian tentang implikasi teori struktur modal tersebut. Ozkan (2001) mengemukakan bahwa terdapat pengaruh signifikan likuiditas, profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan dengan struktur modal. Hasil berbeda ditemukan oleh Mutamimah (2003) yang menyatakan faktor likuiditas perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan khususnya perusahaan go publik di Indonesia. Sementara, terdapatnya hubungan antara risiko bisnis dengan struktur modal menurut penelitian Bayless et.al (1994) dan Syukriy (2001) ternyata tidak sejalan dengan Cherry et.al(1995) dan Mutamimah (2003) yang berpendapat pengaruh risiko terhadap struktur modal perusahaan adalah tidak signifikan. Adanya perbedaan hasil penelitian tentang pengaruh likuiditas dan risiko bisnis terhdap struktur modal menunjukkan adanya inkonsistensi atas implikasi teori Trade-off dalam struktur modal perusahaan. Titman & Wessels (1988); Rajan & Zingales (1995); Baskin (1989) dan Wiwattanakantang (1999) menemukan ada hubungan negatif antara profitabilitas dengan debt ratio. Namun di Indonesia, penelitian yang dilakukan Hermendeito (2003) menunjukkan hal sebaliknya.
Sementara itu Yuniningsih (2002) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa untuk meningkatkan nilai perusahaan, disamping membuat kebijakan deviden, perusahaan juga dituntut untuk tumbuh. Pertumbuhan dapat diwujudkan dengan menggunakan kesempatan investasi sebaik-baiknya. Variabel pertumbuhan perusahaan telah diuji secara empiris oleh penelitian terdahulu antara lain telah dilakukan oleh (Carleton dan Silberman, 1977; Barton et.al,1989). Studi Carleton dan Silberman (1977) menunjukkan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal namun hasil penelitian Baskin (1999) serta Thies dan Klock (1992) dalam Mayangsari (2001).
Semakin pesat pertumbuhan penjualannya akan semakin mudah untuk memperoleh hutang dibanding perusahaan kecil. Adanya perbedaan hasil penelitian tentang pengaruh profitabilitas dan pertumbuhan terhadap struktur modal perusahaan menunjukkan adanya inkonsistensi atas implikasi teori Pecking Order dalam struktur modal perusahaan.
Dengan adanya beberapa perbedaan hasil penelitian tentang implikasi teori trade-off dan teori Pecking Order, penelitian kali ini akan mencoba menguji konsistensi akan signifikansi variabel-variabel yang sebelumnya pernah diteliti dengan struktur modal perusahaan yang dalam hal ini difokuskan pada sector keuangan dan perbankan.
1.2 Perumusan Masalah
Berbagai penelitian sebelumnya menghasilkan kesimpulan yang berbeda tentang struktur modal perusahaan dan variabel-variabel yang berkaitan dengannya. Oleh karena itu dapat dikemukakan bahwa Research Gap dalam penelitian ini :
1. Inkonsistensi dalam implikasi teori Trade-Off, yaitu antara lain:
a. Pendapat Ozkan (2001) tentang pengaruh signifikan likuiditas dengan struktur modal ternyata berbeda dengan pendapat Mutamimah (2003) yang menyatakan faktor likuiditas perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan khususnya perusahaan go publik di Indonesia.
b. Terdapatnya hubungan antara risiko bisnis dengan struktur modal menurut penelitian Bayless et.al (1994) dan Syukriy (2001) ternyata tidak sejalan dengan Cherry et.al (1995) dan Mutamimah (2003).
Hal ini menunjukkan bahwa beberapa implikasi Trade-off models belum bisa secara konsisten menjelaskan struktur modal perusahaan.
2. Inkonsistensi dalam implikasi teori Pecking Order, yaitu antara lain:
a. Titman & Wessels (1988); Rajan & Zingales (1995); Baskin (1989) dan Wiwattanakantang (1999) menemukan ada hubungan negatif antara profitabilitas dengan debt ratio. Namun di Indonesia, penelitian yang dilakukan Hermendeito (2003) menunjukkan hal sebaliknya.
b. Studi Carleton dan Silberman (1977) menunjukkan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal namun hasil penelitian Baskin (1999) serta Thies dan Klock (1992) dalam Mayangsari (2001) menunjukkan bahwa semakin pesat pertumbuhan penjualannya akan semakin mudah untuk memperoleh hutang dibanding perusahaan kecil. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa implikasi teori Pecking Order juga belum bisa secara konsisten menjelaskan struktur modal perusahaan.
Berdasar penelitian sebelumnya, maka research question dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan, dari aspek likuiditas, risiko bisnis, profitabilitas, dan pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal perusahaan?
2. Apakah terdapat perbedaan antara pengaruh likuiditas, risiko bisnis, profitabilitas, dan pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal perbankan dengan struktur modal perusahaan di sektor keuangan?
No comments:
Post a Comment